DOGIYAI, Koranpapua.id- Wabah African Swine Fever (ASF) yang terjadi sejak Oktober 2024, hingga kini masih memberikan dampak yang sangat serius bagi masyarakat dan peternak di lima kabupaten di Provinsi Papua Tengah.
Lima kabupaten itu yakni, Nabire, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya Puncak dan Puncak Jaya.
Kondisi ini mengakibatkan harga daging babi masih mahal dan terus melambung hingga menjelang perayaan Natal 2005 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
Andrias Gobai, S.Sos, MA, salah satu tokoh masyarakat di wilayah itu mengatakan, wabah yang sudah terjadi sejak setahun lalu itu, menyebabkan kematian babi dalam jumlah besar.
Wabah tersebut secara langsung menurunkan populasi ternak babi, baik babi lokal maupun babi peliharaan skala rumah tangga.
Akibatnya, menjelang dan selama perayaan Natal tahun 2025, stok babi mengalami penurunan yang sangat signifikan.
“Kalau pun ada sekarang harganya cukup mahal bisa mencapai Rp200 ribu lebih per kilogramnya,” ujar Andarias dalam keterangannya kepada koranpapua.id, Rabu 24 Desember 2025,” ujar Andrias.
Dikatakan, kondisi ini memaksa masyarakat (konsumen) untuk mendatangkan babi dari luar wilayah Nabire, yang pada akhirnya berdampak pada melonjaknya harga jual babi di pasaran.
Bagi masyarakat Papua, babi bukan hanya komoditas ekonomi, tetapi juga memiliki nilai sosial, budaya, dan adat yang sangat tinggi.
Karena itu dengan terus terjadinya kenaikan harga ini secara nyata sangat memberatkan masyarakat.
Menurutnya, kondisi yang ada saat ini akan berpotensi semakin parah ke depan, mengingat belum terlihat adanya langkah-langkah konkret dan terencana untuk pemulihan populasi babi pasca wabah ASF.
“Berdasarkan hasil diskusi saya bersama salah satu peternak babi di Kimi, bahwa pemulihan stok babi tidak akan terjadi dalam waktu singkat jika tidak ada intervensi nyata dari para pihak (pemerintah, para peternak babi),” pungksnya.
Tanpa upaya serius, krisis stok babi ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama dan para peternak memprediksi tiga sampai empat tahun kedepannya.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya nyata, terkoordinasi, dan berkelanjutan dari semua pihak untuk mengembalikan stok babi agar kembali normal, khususnya babi lokal.
Berikut beberapa upaya yang disampaikan Andrias dan bisa menjadi pertimbangan pemerintah:
- Program pemulihan dan pengembangan peternakan babi pasca-ASF.
- Penyediaan bibit babi yang sehat dan terkontrol.
- Penyediaan ternak petina yang banyak.
- Pendampingan teknis dan kesehatan hewan bagi peternak lokal.
- Penguatan biosekuriti untuk mencegah wabah berulang.
- Kolaborasi antara pemerintah daerah, OPD teknis, peternak, dan lembaga terkait.
Dengan langkah-langkah konkret tersebut, diharapkan stok babi di Nabire, Dogiyai, Deiyai, dan Paniai dapat segera terpenuhi kembali.
Harga babi di pasaran menjadi stabil, serta keberlanjutan ekonomi dan budaya masyarakat dapat terjaga. (Redaksi)










