TIMIKA, Koranpapua.id– Operasi tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) PT Freeport Indonesia (PTFI) diperkirakan akan bisa kembali pulih sepenuhnya pada tahun 2027.
Menurut keterangan resmi emiten tambang berkode FCX di New York Stock Exchange (NYSE), insiden longsoran lumpur bijih atau wet muck membuat infrastruktur pendukung produksi di GBC rusak.
Konsekuensinya, PTFI mesti menunda produksi dalam jangka pendek pada kuartal IV-2025 dan sepanjang 2026 dari areal tambang ini.
“Hingga perbaikan selesai dan restart bertahap dapat dilakukan. Tingkat operasi sebelum insiden berpotensi dicapai kembali pada 2027,” tulis Freeport-McMoRan Inc dalam keterangan resmi dikutip, Kamis 24 September 2025.
Menurut laporan Freeport-McMoRan Inc, badan bijih GBC mewakili 50% dari cadangan terbukti dan terduga PTFI per 31 Desember 2024, serta sekitar 70% dari proyeksi produksi tembaga dan emas hingga 2029
“Informasi yang tersedia saat ini belum cukup untuk menyusun estimasi produksi baru,” tulis manajemen Freeport-McMoRan Inc.
Saat ini, PTFI memperkirakan tambang Big Gossan dan Deep MLZ yang tidak terdampak dapat kembali beroperasi pada pertengahan kuartal IV 2025, sementara pengembalian operasi bertahap tambang GBC dijadwalkan pada paruh pertama 2026.
Konsekuensinya, penjualan tembaga dan emas PTFI bakal terbatas pada kuartal IV-2025, jauh di bawah estimasi sebelumnya yaitu 445 juta pon tembaga dan 345.000 ounces emas.
Sementara itu, pembukaan kembali kegiatan operasi GBC dimulai di tiga blok produksi di antaranya PB2 pada paruh pertama 2026, disusul PB3 dan PB1S pada paruh kedua 2026 dan PB1C menyusul pada 2027.
“Dalam skenario ini, produksi PTFI di 2026 berpotensi sekitar 35% lebih rendah dibandingkan estimasi sebelumnya (1,7 miliar pon tembaga dan 1,6 juta ounces emas,” tulis manajemen Freeport McMoRan.
Sementara itu rencana belanja modal untuk pengembangan tambang bawah tanah Grasberg bakal ditinjau ulang untuk memprioritaskan pemulihan operasi.
PTFI berencana mengamankan pemulihan kerugian melalui polis asuransi properti dan gangguan bisnis senilai hingga US$1 miliar (dengan batas US$700 juta khusus untuk insiden bawah tanah), setelah potongan US$500 juta.
“Menyusul insiden dan dampaknya terhadap operasi, PTFI juga telah memberi tahu mitra komersial mengenai kondisi force majeure sesuai kontrak,” tulis manajemen Freeport McMoRan. (Redaksi)