TIMIKA, Koranpapua.id- Lokasi tambang emas di Kapiraya, Distrik Mimika Barat Tengah, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, kini menjadi incaran para investor illegal.
Kampung kecil yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Dogiyai itu, belakangan ini mulai berdatangan orang ‘muka baru’.
Mereka mengincar lokasi tambang emas yang selama ini dikelola secara tradisional oleh masyarakat setempat, untuk dirubah pengelolaannya dengan cara yang lebih modern.
Terkait rencana para investor untuk mengumpul gepokan rupiah di wilayah itu, bisa dilihat dari masuknya beberapa kapal tongkang yang saat ini terpakir sementara di sungai Kampung Wumuka.
Kapal-kapal tersebut diketahui sedang mengangkut beberapa alat berat yang nantinya akan diturunkan di lokasi tambang emas Kapiraya.
Melihat beroperasinya kapal-kapal tersebut, mendorong para tetua adat dan tokoh masyarakat Kapiraya, melaporkan hal itu ke Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko).
Lemasko yang menjadi payung bagi masyarakat Kamoro di Kabupaten Mimika, akhirnya angkat bicara terkait hal ini.
Marianus Maknaepeku, Wakil Ketua Lemasko secara tegas menolak rencana para investor illegal mengeruk Sumber Daya Alam (SDA) berupa emas yang berada di wilayah Kapiraya.
Ia meminta kepada Pemerintah Kabupaten Mimika bersama Polres Mimika untuk segera mengambil langkah tegas menghentikan para investor illegal yang akan masuk ke tambang emas Kapiraya.
Karena menurutnya, jika ini dibiarkan akan berdampak kerusakan semakin parah pada aliran Sungai Wakia dan mengakibatkan sumber air masyarakat terganggu.
Persoalan lain yang akan muncul akibat pembukaan tambang emas menggunakan alat berat yakni, bisa terjadi konflik antara warga Kapiraya yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Dogiyai.
“Tahun 2024 sekitar bulan Agustus pernah terjadi konflik disana. Sejumlah rumah di Wakia dibakar dan ratusan warga mengungsi”.
“Ini sebagai akibat dari tambang emas, jadi kalau bisa Pemkab Mimika dan Polres Mimika segera mengambil sikap tegas,” kata Marianus kepada koranpapua.id, Selasa 22 Juli 2025 malam.
Dikatakan, konflik antarwarga yang terjadi kala itu dipicu oleh klaim batas wilayah yang menjadi lokasi tambang emas antara warga Mimika dan Dogiyai.
“Apakah kasus ini harus terjadi lagi, jadi Lemasko sebagai lembaga adat mendesak Pemkab Mimika untuk tampil sebagai pemadam sebelum terjadi konflik yang lebih besar,” pungkasnya. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru