TIMIKA, Koranpapua.id– Kasus dugaan korupsi jembatan gantung yang yang menghubungkan Kampung Banti- Arwanop, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, kini menjadi perbincangan berbagai kalangan.
Mulai dari nilai kontrak proyek yang cukup fantastis yakni mencapai Rp11.884.800.000, intervensi kepada Aparat Penegak Hukum (APH) hingga alasan kontraktor tidak menyelesaikan pekerjaan, kini menjadi isu hangat di berbagai ruang publik.
Terbaru, di tengah harapan masyarakat untuk mengetahui perkembangan pengungkapan kasus tersebut, justru berimbas terhadap ‘hilangnya’ jabatan Kanit Reskrim Polres Mimika.
Menanggapi perkembangan kasus tersebut mendorong Marianus Maknaepeku, Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Suku Kamoro (Lemasko), angkat bicara.
Marianus tokoh masyarakat yang selalu lantang bersuara untuk kemajuan tanah kelahirannya Mimika itu, dengan tegas mengingatkan kepada penegak hukum untuk serius menuntaskan skandal proyek ini sampai ke meja hijau.
Apalagi fakta di lapangan jelas terlihat bahwa proyek belum dikerjakan sama sekali (nihil), namun dana kontrak pekerjaan yang mencapai belasan miliar sudah dicairkan 100 persen.
“Penegak hukum harus tajam dan tidak boleh ada intervensi. Penegak hukum tidak boleh ada kucing-kucingan, karena saya lihat skandal proyek ini diduga ada keterlibatan pejabat,” tegas Marianus ketika menghubungi redaksi koranpapua.id, Rabu 11 Juni 2025.
Ia meminta kepada penegak hukum agar transparan terhadap setiap perkembangan penyelidikan kasus ini, sehingga dapat diketahui masyarakat secara luas.
“Masyarakat harus tahu perkembangan, dengan demikian masyarakat selalu berada di belakang penegak hukum dan siap membela jika ada intervensi dari pihak-pihak tertentu,” pungkasnya.
Dikatakan, jembatan gantung Arwanop sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas harian masyarakat, secara khusus sebagai akses pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Karenanya dengan tidak tuntasnya proyek ini, sangat merugikan masyarakat yang mendiami wilayah itu.
Kepada kontraktor, Marianus menegaskan untuk tidak boleh mengkambinghitamkan kondisi daerah yang kurang kondusif menjadi alasan tidak dikerjakan proyek tersebut.
“Konraktor jangan berkelit, jangan alasan gangguan keamaman. Seandainya tidak mampu kerja atau tidak didukung kondisi masyarakat, kembalikan proyek kepada pemerintah dan jangan cairkan dananya”.
“Makanya kalau tidak tahu kondisi wilayah, jangan paksakan terima pekerjaan. Kan aneh, faktanya pembayarannya 100 persen, tapi pekerjaannya nihil,” tandas Marianus.
Seperti diketahui proyek ini dikerjakan oleh PT DGI. Sampai berita ini diturunkan pihak kontraktor belum berhasil dihubungi untuk diminta tanggapannya.
Sementara di sisi lain, pihak Kejaksaan sudah memiliki bukti awal, namun belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. (*)
Penulis: Abdul Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen L.L Moru