TIMIKA, Koranpapua.id– Dunia kerja memang penuh janji manis, tapi tidak jarang pula menyimpan jebakan.
Berbagai penawaran kerja, terkadang seseorang berani mengambil keputusan diawal, tanpa terlalu memikirkan dampak-dampak yang biasanya timbul di belakang hari.
Apalagi ada pemikiran bahwa dengan bekerja setidaknya dapat meringankan beban hidup keluarga atau terdorong ingin hidup lebih baik.
Biasanya ini sering dialami oleh masyarakat yang tinggal di pedesaan yang terkadang termakan janji manis, namun belakangan selalu berakhir kecewa.
Seperti yang kini dialami tiga gadis asal Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tiga gadis masing-masing Siti Rahima (18), Nurhayati Mahmud Uran (17), dan Maryanti Syukur (24), kini harus merasakan pahitnya hidup akibat penipuan kerja setelah menerima tawaran gaji menggiurkan di Timika.
Kisah Mereka yang Berujung Derita
Berawal dari tawaran kerabat salah satu pengusaha di kampung halaman di Desa Adonara Lamahal dan Desa Waikewak pada Juni 2024.
Tiga gadis ini dijanjikan pekerjaan di Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah dengan gaji Rp3 juta per bulan dan untuk transportasi ke Timika, tiket pesawat ditanggung.
Janji yang terdengar sangat menggiurkan ini membuat mereka berani merantau, bahkan dua diantaranya masih di bawah umur kala itu.
Namun, sesampainya di Timika, mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk.
Mereka dipekerjakan di dua kios sembako milik salah satu pengusaha yang berlokasi di Kampung Poumako, Distrik Mimika Timur.
Tugas mereka bukan hanya menjaga toko, tetapi juga membuat adonan kue untuk dijual. Beban kerja yang cukup berat harus mereka hadapi setiap hari.
“Mereka bekerja sangat banyak, artinya istirahat itu di atas jam 12 malam. Jadi hampir 16 jam mereka bekerja dalam satu hari,” ungkap Jamaluddin Laga Doni, pihak keluarga korban kepada koranpapua.id, Rabu 11 Juni 2025.
Tidak hanya jam kerja yang menguras waktu dan tenaga, upah yang mereka terima pun jauh dari janji. Dari kesepakatan awal Rp3 juta, ternyata mereka hanya menerima Rp1,5 juta per bulan.
Bahkan, biaya pengobatan saat sakit pun harus dipotong dari gaji mereka. Ironisnya, biaya tiket pesawat awal yang dijanjikan ditanggung, ternyata diminta kembali, dengan cara pemotongan gaji setiap bulan hingga lunas.
Dituduh Mencuri Emas, Dipaksa Kerja Dua Tahun
Penderitaan ketiga korban semakin memuncak ketika salah satu dari mereka dituduh mencuri emas milik keluarga majikan.
Tuduhan ini sungguh tidak masuk akal, sebab dasar penuduhan hanya berdasarkan klaim dari dukun, bukan bukti konkret.
“Jadi dia (Siti) dijemput oleh polisi untuk diminta keterangan, namun bukti kuat tidak ada, akhirnya dia dikembalikan di tempat kerjanya,” tutur Jamal.
Ironisnya, setelah dikembalikan, korban tersebut malah ditindak dan dipaksa bekerja selama dua tahun untuk melunasi emas yang dituduhkan dicuri. Situasi ini menunjukkan betapa tidak adilnya perlakuan yang mereka terima.
Tidak tahan dengan perlakuan tersebut, Siti akhirnya menelepon keluarga di kampung untuk melaporkan apa yang mereka alami.
Beruntung, informasi itu sampai ke telinga keluarga yang ada di Timika, dan ketiga gadis malang ini akhirnya berhasil dijemput dan diselamatkan.
Perjuangan Mencari Keadilan
Saat ini, ketiga korban berada dalam kondisi aman di kediaman Ketua Pemuda Flobamora Timika.
Namun, perjuangan mereka belum berakhir. Jamaluddin Laga Doni menegaskan akan menempuh jalur hukum.
“Kami telah melaporkan ke polisi terkait pencemaran nama baik atas tuduhan pencurian emas. Kami juga akan lanjutkan laporan dengan mempekerjakan anak di bawah umur karena tahun lalu dua di antara mereka masih di bawah umur,” tegas Jamal.
Kisah Siti, Nurhayati, dan Maryanti adalah pengingat keras bagi kita semua. Pentingnya kewaspadaan dan informasi yang akurat sebelum memutuskan untuk bekerja di tempat yang asing.
Semoga kasus ini segera menemukan titik terang dan keadilan dapat ditegakkan. (*)
Penulis: Abdul Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen L.L Moru