Timika – Gerombolan Kelompok Separatis Teroris (KST) di wilayah Nduga dalam melancarkan aksinya, melibatkan pelajar SMP dan SMA. Remaja sekolah dijadikan tameng untuk menyerang TNI ketika melakukan upaya pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens, Selasa 25 April.
Pernyataan ini disampaikan Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel (Kav) Herman Taryaman dalam release yang diterima Koranpapua.id, Selasa sore.
Ia menilai tindakan KST ini benar-benar melanggar HAM sejati. Tak salah bila masyarakat Papua, bahkan nasional maupun internasional mengidentikkan gerombolan KST sebagai pelanggar HAM sesungguhnya.
Tidak saja pelajar, gerombolan separatis ini juga memanfaatkan warga sipil, termasuk mama-mama Papua untuk berdiri di garis depan melawan aparat keamanan.
“Bukan hanya dengan provokatif di media sosial saja, mereka juga mengajak secara langsung dengan mendatangi para remaja, pelajar SMP dan SMA untuk bergabung menyerang aparat TNI yang sedang bertugas,” katanya.
Tindakan gerombolan KST sangat disayang. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di Intan Jaya dan beberapa daerah lainnya, dimana warga kompak bersama TNI melakukan perlawanan kepada gerombolan KST.
“Kasihan anak-anak menjadi tumbal,” katanya.
Soal keterlibatan remaja sekolah, tambah Kapendam sebelumnya sudah diungkapkan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono saat berkunjung di Timika.
Kondisi ini membuat prajurit TNI yang bertugas menjadi bingung untuk menghadapi saparatis di lapangan.
“Seperti yang terjadi tanggal 15 April mengakibatkan lima prajurit gugur dalam misi pencarian dan penyelamatan pilot susi air,” paparnya.
Kapendam berharap adanya kerjasama dari semua elemen masyarakat untuk tidak terpengaruh dan menolak ajakan gerombolan KST.
“Jika ada ajakan bisa dilaporkan ke aparat keamanan,” timpal Kapendam. (redaksi)