TIMIKA, Koranpapua.id– Ratusan massa yang tergabung dalam Front Rakyat Papua (FRP) menggelar aksi damai di halaman kantor DPR Kabupaten Mimika pada Rabu 10 Desember 2025.
Aksi unjuk rasa ini dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh tanggal 10 Desember.
Dalam momentum ini, Koordinator Aksi Onan Kobogau menyampaikan keprihatinan sekaligus kritik terhadap situasi HAM di Tanah Papua.
Ia menilai HAM di Papua masih jauh dari prinsip-prinsip yang diatur dalam Deklarasi Universal HAM PBB tahun 1948.
Dalam orasinya, Ia menilai bahwa masyarakat Papua masih menghadapi berbagai persoalan serius, seperti kekerasan terhadap warga sipil, kriminalisasi terhadap aktivis, dan penyempitan ruang demokrasi.
Massa aksi juga menyoroti meningkatnya mobilisasi aparat keamanan yang menurut mereka menimbulkan trauma.
Serta berdampak pada kehidupan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang kerap berhadapan dengan operasi militer.
FRP juga mengekspresikan kekhawatiran terhadap keberadaan perusahaan nasional maupun internasional yang beroperasi di Papua.
Mereka menilai aktivitas investasi tertentu telah menyebabkan kerusakan lingkungan, penggusuran tanah adat, hingga perpindahan paksa warga.
Kebijakan negara yang membuka ruang luas bagi investasi dinilai sebagai pemicu bertambahnya aparat keamanan di berbagai wilayah.
Selain itu, FRP menuntut agar pemerintah menghentikan praktik-praktik yang dianggap membatasi kebebasan berpendapat serta memberikan jaminan hukum bagi aktivis yang memperjuangkan HAM.
Mereka juga menyerukan agar pemerintah membuka akses seluas-luasnya bagi jurnalis asing dan jurnalis independen untuk melakukan peliputan di Papua.
Dalam tuntutan lain, FRP mendesak negara menyelesaikan seluruh kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak tahun 1961.
Memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, menyediakan layanan pendidikan yang bermutu dan gratis, serta meningkatkan fasilitas kesehatan bagi masyarakat Papua.
Mereka juga meminta pemerintah memastikan perlindungan bagi masyarakat sipil yang terdampak konflik bersenjata dan segera menyelesaikan persoalan pengungsian yang terjadi di sejumlah daerah.
Di sektor ekonomi, FRP menolak praktik monopoli dagang dan meminta pemerintah menyediakan ruang usaha yang adil bagi masyarakat adat, termasuk pembangunan pasar khusus untuk mama-mama Papua.
Massa aksi juga meminta peninjauan kembali regulasi daerah yang dinilai tidak berpihak pada pelaku UMKM Orang Asli Papua (OAP).
Dalam isu yang lebih luas, FRP menyuarakan penolakan terhadap berbagai program negara maupun proyek strategis yang dianggap berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam Papua.
Massa juga menegaskan tuntutan mengenai hak penentuan nasib sendiri sebagai bagian dari pemenuhan HAM yang diakui secara internasional.
Aksi yang berlangsung beberapa jam tersebut berjalan tertib dan damai. Massa membacakan pernyataan sikap dan menyampaikan aspirasi secara terbuka di hadapan sejumlah anggota DPR Mimika yang hadir bertemu mereka.
Hingga aksi berakhir, situasi tetap kondusif dengan pengamanan aparat kepolisian di sekitar lokasi.
Pantauan koranpapua.id, sebelum ke gedung rakyat di Jalan Cenderawasih Timika, sebagian massa terlebih dahulu berkumpul di sejumlah titik.
Diantaranya, di Bundaran Petrosea, Bundaran Timika Indah, Pasar Lama dan Pasar Sentral.
Setelah semua massa yang datang dari beberapa titik berkumpul, selanjutnya dengan berjalan kaki menuju gedung dewan. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










