TIMIKA, Koranpapua.id– PT Freeport Indonesia (PTFI) terus mendukung pendidikan anak-anak Papua melalui program beasiswa yang dikelola Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Amungme dan Kamoro (YPMAK).
Tahun ini, tiga generasi muda Papua asal suku Amungme dan Kamoro penerima beasiswa PTFI resmi menyandang gelar dokter setelah menyelesaikan pendidikan kedokteran di universitas pilihan mereka.
“Kami mengapresiasi pencapaian ketiga anak penerima beasiswa PTFI ini,” ujar Claus Wamafma, Director & Executive Vice President Sustainable Development PTFI, di Timika, Sabtu 22 November 2025.
“Mereka membuktikan bahwa kerja keras, kedisiplinan, ketekunan, sikap yang adaptif, serta kegigihan dalam belajar telah mengantarkan mereka meraih cita-cita,” ungkap Claus.
Claus menambahkan, Freeport Indonesia melalui program beasiswa turut bangga menjadi bagian dari langkah besar anak-anak Papua untuk terus berprestasi di tingkat nasional dan global.
Ketiga dokter tersebut adalah: dr. Thalia Thomas Karupukaro, dokter perempuan pertama dari suku Kamoro, dr. Christanto Beanal, dokter pria pertama dari suku Amungme dan dr. Sephia Jangkup, dokter perempuan pertama dari suku Amungme.
Claus mengatakan bahwa program beasiswa PTFI yang dikelola melalui YPMAK merupakan bentuk komitmen perusahaan dalam mendukung pendidikan anak-anak Papua.
Kolaborasi PTFI dan YPMAK bersama pemerintah akan terus mendorong pengembangan pendidikan bagi generasi muda Papua.
Program beasiswa YPMAK telah berlangsung sejak 1996. Selama hampir 30 tahun, PTFI memberikan dukungan sebagai wujud komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Kontribusi investasi sosial PTFI mencakup pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur, dengan fokus pada peningkatan kapasitas SDM Papua.
Penerima manfaat utamanya adalah masyarakat Suku Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan lainnya.
Ketua Pengurus YPMAK, Leonardus Tumuka, menyampaikan apresiasinya atas pencapaian para dokter muda tersebut.
“Kami akan siapkan SDM yang kuat melalui dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia untuk menghasilkan masyarakat yang lebih berkualitas, yang pada akhirnya mereka bisa menciptakan sesuatu yang bisa membantu masyarakatnya sendiri,” kata Leo.
Perjalanan Tiga Dokter Muda Papua
1.Thalia Thomas Karupukaro menerima beasiswa sejak 2013 saat masih SMP di Tomohon, Sulawesi Utara, hingga menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Atma Jaya.
Selama 12 tahun mengikuti program, ia melalui perjalanan emosional, akademik, dan spiritual yang membentuk ketangguhannya.
Ada dua momen paling membanggakan bagi Thalia. Pertama, ketika ia terpilih mewakili Sulawesi Utara dalam lomba nasional bidang geosains di Padang.

“Saya bangga karena salah satu anak Papua bisa mewakili bidang geologi di tingkat nasional,” kata Thalia.
Momen kedua terjadi saat ia sudah menjadi mahasiswa kedokteran, ketika seorang pasien kembali khusus untuk mengucapkan terima kasih.
“Sesederhana itu, tetapi sangat membanggakan. Saya merasa benar-benar bermanfaat,” ujarnya.
Thalia yang lulus pada 4 November 2025 ini mengaku keinginannya menjadi dokter sangat kuat karena masih banyak masyarakat yang sulit mengakses layanan kesehatan.
“Beasiswa yang saya dapatkan ini sangat berpengaruh dan bisa menjadi pintu bagi semua generasi muda Papua untuk meraih mimpi yang lebih besar,” ungkapnya.
“Saya memilih menjadi dokter karena saya adalah anak yang tahu persis bagaimana susahnya layanan akses kesehatan di Papua. Saya ingin menjadi solusi dari masalah ini,” kata Thalia.
2 Christanto Beanal menyelesaikan pendidikan kedokteran di Unika Atma Jaya dan kini melanjutkan studi S2 Manajemen Rumah Sakit di Universitas Pelita Harapan (UPH).
Ia merupakan penerima beasiswa YPMAK sejak kuliah S1 hingga S2. Christanto mengatakan bahwa beasiswa yang diterimanya bukan hanya dukungan finansial, tetapi juga moral dan emosional.

“YPMAK menyediakan support system yang sangat berarti. Kami bisa berkonsultasi dengan kakak-kakak pembina, bukan hanya soal administrasi, tetapi juga untuk dukungan psikis dan emosional,” katanya.
Ia menegaskan bahwa tantangan di pendidikan kedokteran bukan hanya soal materi, tetapi juga tentang memiliki lingkungan pendukung yang kuat.
“Struggling di pendidikan kedokteran itu bukan cuma soal belajar, tapi tentang punya teman-teman sebaya yang mengerti perjuangannya. Kami saling mendukung, saling menguatkan,” ujarnya.
3.Sephia Jangkup, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) pada awal 2025, juga menerima beasiswa PTFI melalui YPMAK sejak SMP hingga meraih gelar dokter.

Saat ini ia menjalani program internship di RSUD Mimika. Sephia mengaku bangga dan terharu dapat membuktikan kemampuan dirinya serta menjadi inspirasi bagi masyarakat.
“Saya bangga bisa menunjukkan bahwa anak-anak dari Timika, khususnya dari suku Amungme dan Kamoro, bisa menjadi dokter,” katanya. (Redaksi)










