Pemerintah juga diminta untuk segera melakukan penertiban penjualan BBM eceran yang tidak memiliki izin dan menjamur di Kota Timika.
TIMIKA, Koranpapua.id– Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah belakangan ini kembali menimbulkan keresahan masyarakat.
Jenis Pertamax, Pertalite dan Solar dilaporkan sulit diperoleh di hampir seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dalam beberapa pekan terakhir.
Pantauan koranpapua.id, antrean kendaraan mengular hingga ratusan meter di SPBU Jalan Cenderawasih, SP2.
Kendaraan roda dua maupun roda empat terpaksa menunggu berjam-jam demi mendapatkan bahan bakar.
Ronal, seorang sopir truk pengangkut material, mengaku sudah lebih dari tiga jam antre untuk mendapatkan solar.
“Dari jam 7 pagi saya sudah antre, tapi sampai sekarang belum juga terisi. Padahal kalau normal, tidak sampai berjam-jam seperti ini,” keluhnya, Selasa 7 Oktober 2025.
Menurutnya, sulit mendapatkan BBM sangat berdampak terhadap pendapatan hariannya.
“Biasanya bisa enam rit sehari, sekarang paling dua sampai tiga. Jelas penghasilan berkurang,” ujarnya.
Ronal menilai kondisi ini ‘sedikit aneh’ karena bisanya kelangkaan terjadi saat banyak proyek berlangsung. “Sekarang proyek sepi, tapi solar justru susah, ini kan aneh,” tambahnya.
Keluhan serupa disampaikan Mas Yanto pengendara roda dua yang bekerja sebagai tukang ojek.
“Sudah berapa hari ini bensin susah. Kalau seperti ini terus pendapatan kami juga turun. Harapan kami pemerintah segera turun tangan,” ujarnya.
Sementara itu, Simon Rahanjaan, salah satu warga Timika, menyoroti lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah dan Pertamina sehingga membuka peluang bagi oknum penimbun BBM.
“Kita kesal karena Pertamina kosong, tapi di eceran lancar dengan harga melonjak hingga Rp40 ribu per botol besar,” sesalnya.
Ia mendesak, Disperindag dan Satpol PP harus lebih ketat melakukan pengawasan, dengan tidak memberi celah bagi makelar atau penimbun bensin untuk membeli BBM di SPBU.
Pemerintah juga diminta untuk segera melakukan penertiban penjualan BBM eceran yang tidak memiliki izin dan menjamur di Kota Timika.
“Kami tidak melarang orang mencari nafkah, tapi harus ada batasan. Jangan sampai masyarakat dikorbankan dengan harga yang dinaikan. Pemerintah jangan hanya diam melihat antrean macet dan warga kesulitan,” timpalnya.
Simon berharap adanya koordinasi serius antara Pertamina, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Satpol PP, serta aparat kepolisian untuk mengatasi kelangkaan BBM.
Jika tidak, antrean panjang dan melonjaknya harga eceran dikhawatirkan akan terus mengganggu aktivitas warga, termasuk pelajar yang kerap terlambat ke sekolah akibat kemacetan di sekitar seluruh SPBU. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru