TIMIKA, Koranpapua.id- Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Papua Tengah memberikan pembekalan kepada puluhan tenaga sanitasi lingkungan Puskesmas tentang Pengawasan Kesehatan Lingkung (Kesling).
Pelatihan yang dilakukan Bidang Kesling Dinkes Mimika, berlangsung di salah satu hotel di Timika, Senin 2 Desember 2024.
Ferry Maitindom, Kasie Kesling dan Kesehatan Kerja dan Olahraga Dinkes Papua dihadirkan sebagai pemateri dalam kegiatan itu.
Ferry menjelaskan pelatihan ini sangat penting bagi tenaga Sanitarian di Puskesmas, karena Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Lewat pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas Sanitarian dalam pelayanan kesehatan lingkungan. Karena beberapa program atau indikator kinerja mereka difokuskan pada pelayanan paripurna.
Dikatakan, pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pelayanan yang paling utama berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Undang-Undang ini yang mengarahkan bagaimana penyelenggaraan pelayanan kesehatan lingkungan di Puskesmas yang harus secara terintegrasi dengan pelayanan terbaik.
“Mereka itu wajib ditingkatkan kapasitasnya, karena mungkin saja mereka masih bekerja dengan pola-pola yang lama atau bekerja tidak berdasarkan arahan dari rencana strategis pembangunan kesehatan,” jelas Ferry kepada koranpapua.id.
Ia menjelaskan pelayanan di Puskesmas diarahkan ke pelayanan preventif dan promotive.
Karenanya kesehatan lingkungan lebih banyak melakukan pelayanan preventif, terkait dengan penanganan di dalam gedung, barang habis pakai di Puskesmas dan pelayanan di luar gedung.
Ia menjelaskan pelayanan yang dilakukan tenaga Kesling di Puskesmas memiliki tiga tugas pokok yakni konseling, inspeksi Kesling dan interfensi Kesling.
“Interfensi kesehatan lingkungan sekitar lingkungan itu mereka harus selenggarakan dan dijabarkan secara baik dalam enam indikator secara Nasional,” katanya.
Tenaga Kesling juga bertugas melakukan konseling terhadap pasien yang datang dengan keluhan penyakit berbasis pada pelayanan kesehatan lingkungan, misalnya malaria, diare, TBC dan kusta frambusia dan kecacingan.
“Kesehatan lingkungan harus dikonseling untuk menunjukkan bahwa penyakit lingkungan ini perlu penanganan yang lebih spesifik,” pungkasnya.
Dengan demikian petugas perlu melakukan kunjungan ke lapangan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya. Apakah di lingkungan masyarakat itu mempunyai risiko-risiko yang kemudian dianalisasi, memicu munculnya kasus-kasus penyakit lingkungan.
Menurutnya, jika dalam penanganan membutuhkan sentuhan teknologi berarti bisa dengan melibatkan instansi lain.
Misalnya pasien mengalami diare penyebabnya adalah karena konsumsi air sumur yang jelek dan selanjutnya petugas Kesling memberikan desinfektan atau kaporit.
Tetapi jika tetap tidak mengalami perubahan berarti karena konstruksinya tidak bagus. Dengan demikian perlu berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
“Karena PUPR yang mendesain sumur, jadi koordinasi agar bisa digunakan masyarakat dalam upaya memperkecil risiko munculnya penyakit yang bersumber dari air”.
Masalah lain misalnya tingginya kasus malaria disebabkan banyaknya genangan air. Atau rumput banyak tumbuh di pekarangan rumah sehingga harus dibersihkan.
Untuk mencegah penyakit-penyakit berbasis lingkungan petugas Kesling akan memberikan edukasi merubah pola perilaku masyarakat.
Caranya dengan menjaga kesehatan lingkungan, dan memperbaiki genangan air limbah cucian piring atau pakaian. (Redaksi)