YAHUKIMO, Koranpapua.id- Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Kodap XVI Yahukimo pimpinan Brigjen Elkius Kobak dan Mayor Kopitua Heluka, mengaku bertanggungjawab atas eksekusi mati terhadap dua intelejen militer Indonesia.
Kedua agen militer Indonesia itu, dieksekusi saat sedang melakukan pengintaian di wilayah perang tepatnya di tengah hutan di Jalan Balim, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, Sabtu 29 November 2025.
Laporan kejadian tersebut diterima Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB dari pasukan TPNPB Kodap XVI Yahukimo dibawah pimpinan Brigjen Elkius Kobak.
Pernyataan ini disampaikan Sebby Sambom, Juru TPNPB dalam siaran persnya yang dikeluarkan, Sabtu 29 November 2025.
“Laporan dari Yahukimo bahwa TPNPB Kodap XVI bertanggungjawab atas eksekusi mati dua agen intelijen militer Indonesia yang sedang melakukan mata-mata di wilayah perang selama melakukan operasi sejak 28-29 November 2025,” demikian pernyataan Sebby Sambo.
Dalam pernyataannya, Sebby menegaskan bahwa, eksekusi mati dua agen intelijen militer Indonesia tersebut sebagai balasan atas pembunuhan terhadap Lipet Sobolim.
“Pembunuhan terhadap dua intelijen Indonesia itu kami siap bertanggungjawab dan mengimbau kepada aparat militer Indonesia untuk hentikan melakukan serangan bom melalui drone saat melakukan serangan balasan,” tulisnya.
Komnas TPNPB mengimbau kepada seluruh warga imigran Indonesia keluar dari hutan-hutan di Yahukimo dan kembali ke asalnya demi keselamatan diri.
“Termasuk seluruh warga imigran Indonesia yang sedang mencuri emas ilegal di seluruh Tanah Papua agar kosongkan hutan-hutan di Tanah Papua. Perintah ini kami keluarkan sebelum adanya korban jiwa yang lebih banyak,” lanjutnya.
Sebby juga mengimbau kepada pemerintah Indonesia agar membuka akses kepada lembaga-lembaga HAM Internasional, untuk mengevakuasi warga yang sedang mengungsi di hutan-hutan di wilayah konflik bersenjata di Tanah Papua.
Ini bertujuan untuk menghindari korban jiwa yang lebih banyak akibat serangan militer Indonesia melalui darat dan udara.
Termasuk yang meninggal karena tidak adanya layanan kesehatan, makanan dan pakaian serta tidak adanya bantuan kemanusiaan lainnya dari lembaga-lembaga kemanusiaan.” (Redaksi)










