TIMIKA, Koranpapua.id- Ironis! Dana Desa (DD) yang seharusnya digunakan untuk penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru ‘diembat’ oleh sekelompok orang yang secara ekonomi berkecukupan.
Diam-diam dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, malah justru dialihkan ke rekening khusus tanpa sepengetahuan kepala kampung.
Jumlahnya sangat fantastis, dan mungkin ini menjadi yang terbesar raibnya DD di Tanah Papua. Bayangkan saja nilainya mencapai angka Rp168,17 miliar.
Irjen Polisi Patrige Renwarin menyampaikan, proses penyelidikan telah berlangsung hampir satu tahun sebelum akhirnya ditingkatkan ke tahap penyidikan dan penetapan tersangka.
Dikatakan, pemindahan buku dilakukan atas permintaan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) kepada Bank Papua Cabang Tiom, dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pemberdayaan Negara.
Kapolda menjelaskan, merujuk pada alokasi dana desa yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2022–2024, juga terjadi melalui publikasi Peraturan Bupati yang menyalahi aturan, berdasarkan hasil audit dan kajian ahli.
“Sebanyak sembilan tersangka telah ditetapkan, di antaranya, TK selaku Plt Kepala DPMK Lanny Jaya membuat dan menandatangani surat pemindah bukuan. Dia diduga menerima keuntungan Rp16,17 miliar,” jelas Kapolda di Jayapura, Kamis 26 September 2025.
Lalu ada YFM, Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat mencairkan dan menggunakan dana desa, diduga menerima Rp69 miliar. Selain itu, juga ada TY, tenaga ahli penandatanganan slip dikeluarkandan, diperkirakan menerima Rp5,2 miliar.
“HS selaku Sekretaris DPMK menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menerima aliran dana, diduga menerima Rp 44,25 miliar. Kemudian TW, Kabid Pemberdayaan Masyarakat diduga menerima Rp22 miliar,” terang Kapolda.
Patrige juga mengatakan, selain itu tersangka PW selaku Sekda Lanny Jaya menerbitkan Peraturan Bupati yang bertentangan dengan aturan dan diduga menerima Rp11 miliar.
Bank Papua Terancam Kehilangan Kepercayaan Publik
Dr. Muhammad Rifai Darus, Pendiri Papua Corruption Watch dan Direktur Eksekutif Indonesia Development Review, mengatakan, keterlibatan oknum pimpinan Bank Papua Cabang Lanny Jaya kembali membuka mata kita bahwa sistem pengawasan di tubuh Bank Papua masih jauh dari kata maksimal.
Padahal, dana desa merupakan instrumen vital pembangunan masyarakat akar rumput yang seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Tindakan penyalahgunaan wewenang ini tidak bisa dilihat sebagai kesalahan individu semata. Justru sebaliknya, hal ini menyoroti lemahnya peran direksi dan komisaris dalam memastikan sistem pengawasan internal berjalan efektif.
Direksi yang bertugas menjalankan manajemen harian dan komisaris yang seharusnya menjadi pengawas independen terbukti gagal mendeteksi penyimpangan serius di lapangan.
Lebih jauh lagi, kasus ini berimplikasi langsung pada reputasi dan kredibilitas Bank Papua. Sebagai bank daerah yang diharapkan menjadi mitra pembangunan.
Keterlibatan aparaturnya dalam korupsi dana desa bisa memicu krisis kepercayaan masyarakat (loss of public trust).
“Jika kepercayaan publik hilang, maka loyalitas nasabah, legitimasi kelembagaan, dan keberlangsungan bisnis Bank Papua akan menghadapi ancaman serius,” ujar Muhammad dalam keterangannya, Jumat 26 September 2025.
Ia menyarankan beberapa langkah konkret harus segera diambil Bank Papua
- Audit investigatif menyeluruh terhadap aliran dana desa yang melewati Bank Papua.
- Reformasi sistem pengawasan internal, termasuk penguatan peran komisaris agar tidak sekadar formalitas.
- Transparansi publik melalui publikasi hasil audit dan tindakan tegas kepada pelaku.
- Reformasi manajemen SDM dengan menekankan integritas dan etika profesi.
Bank Papua harus menyadari bahwa menjaga trust publik jauh lebih penting daripada sekadar mengejar keuntungan bisnis. Karena kepercayaan masyarakat adalah modal utama yang jika hilang, tidak akan mudah dipulihkan kembali.
Barang Bukti yang Disita
Polda Papua telah menyiapkan sejumlah barang bukti, antara lain, uang tunai sebesar Rp14,61 miliar, tiga bidang tanah di Tanah Toraja.
Termasuk tiga bidang tanah di Arso, dua di Kabupaten Keerom, empat unit mobil Mitsubishi Triton (hitam), Expose (putih), Mitsubishi L300, dan Strada (merah).
Atas kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat1, Pasal 3, dan Pasal 5 ayat 1 huruf B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 55 dan Pasal 64 KUHP. Dengan hukuman Ancaman maksimal mencapai 20 tahun penjara atau seumur hidup.
Sementara itu, Dirkrimsus Polda Papua, Kombes Polisi Era Adinanta menjelaskan, kasus ini melibatkan keterlibatan pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa yang seharusnya diperuntukan 354 kampung di Lanny Jaya.
“Praktik manipulatif ini melalui surat permintaan pemindahbukuan dan penerbitan peraturan bupati yang tidak sesuai aturan, menyebabkan kerugian besar bagi negara,” pungkas Era.
Daftar Nama Tersangka
PW, selaku Sekertaris Daerah tahun 2022 merangkap Pj Bupati Lanny Jaya tahun 2022 – 2024, TK selaku Plt Kepala DPMK Kabupaten Lanny Jaya, YFM selaku koordinator tenaga ahli pemberdayaan masyarakat Kabupaten Lanny Jaya tahun 2022 – 2024.
MCY selaku tenaga ahli pemberdayaan masyarakat Kabupaten Lanny Jaya, AS sebagai Sekretaris DPMK Lanny Jaya, ST selaku Kabid Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan bendahara pengelola Alokasi Dana Desa
Tiga tersangka lainnya adalah, CM selaku pimpinan Bank Papua Cabang Lanny Jaya tahun 2022, JEU selaku pimpinan cabang Bank Papua Lanny Jaya tahun 2023 dan HDW selaku pimpinan Bank Papua Cabang Lanny Jaya tahun 2023 – 2024. (Redaksi)