Oleh: Gabriel Zezo Warga Kabupaten Mimika
TIMIKA hari ini sedang tidak baik-baik saja. Di tengah geliat pembangunan dan aktivitas ekonomi yang terus berjalan, kota ini justru menghadapi darurat keselamatan yang makin mengkhawatirkan.
Kecelakaan lalu lintas terjadi hampir setiap minggu, bahkan setiap hari.
Banyak dari insiden ini menelan korban jiwa, dan yang paling menyedihkan, sebagian besar disebabkan oleh mabuk minuman keras dan kelalaian pengendara.
Lalu, di mana negara?
Di mana aparat kepolisian yang seharusnya menjaga ketertiban?
Di mana pemerintah daerah yang wajib melindungi warganya?
dan di mana suara DPRD sebagai wakil rakyat yang dipilih untuk menyuarakan kepentingan masyarakat?
Sebagai warga negara yang tinggal di kota ini dan menyaksikan langsung situasi ini, saya merasa prihatin dan sekaligus kecewa.
Peredaran minuman keras di Timika seperti tak terbendung. Penjual miras bisa ditemukan dengan mudah, bahkan dekat sekolah dan pemukiman.
Miras oplosan malah beredar semakin bebas ditengah terus gencarnya operasi penertiban Miras ketika kapal penumpang sandar di Palabuhan Poumako.
Padahal, kita memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang seharusnya menjadi dasar hukum untuk membatasi dan mengendalikan peredaran miras.
Namun sayangnya, penegakan aturan ini nyaris mandek. Aparat penegak hukum seperti kehilangan nyali, dan pemerintah daerah tampak seperti menutup mata.
Bahkan DPRD Mimika, yang seharusnya menjadi suara rakyat, nyaris tak terdengar bersuara soal krisis ini.
Apakah mereka lupa bahwa jabatan mereka berasal dari suara rakyat yang kini menjadi korban di jalan raya?
Fungsi pengawasan dan penganggaran DPRD sangat penting untuk mendorong tindakan konkret.
Mereka bisa memanggil dinas terkait, menagih laporan kepolisian, dan mendorong kebijakan yang berpihak pada keselamatan publik.
Tapi ketika mereka diam, masyarakat dibiarkan menghadapi risiko sendiri.
Kepolisian juga harus menghidupkan kembali fungsi preventif: patroli aktif, razia kendaraan, dan pengawasan titik-titik rawan kecelakaan.
Hadirnya polisi di jalan bukan hanya untuk menindak, tapi mencegah tragedi.
Pemerintah daerah pun harus berhenti membuat program simbolik.
Edukasi masyarakat tentang keselamatan berkendara dan bahaya miras harus menyentuh seluruh lapisan dari sekolah hingga kampung.
Sebagai warga negara, saya tidak sedang mencari kambing hitam. Tapi saya berharap ada keberanian kolektif untuk mengakui bahwa sistem kita sedang gagal.
Dan bila negara tidak segera hadir dengan solusi nyata, maka korban berikutnya hanya tinggal menunggu waktu.
Timika butuh kepemimpinan yang berani, penegakan hukum yang adil, dan lembaga legislatif yang benar-benar bersuara untuk rakyat.
Jangan biarkan kota ini menjadi tempat di mana nyawa manusia tidak lagi dihargai dan mati sia-sia. (Redaksi)