TIMIKA, Koranpapua.id- Kementerian Agama (Kemenag) RI hanya mengakui kepengurusan Lembaga Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejawi Daerah (LPPD) Kabupaten Mimika yang dipilih melalui Musyawarah Daerah (Musda) IV.
Lucas Yasi, S.Fil, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Mimika mengatakan, hasil Musda yang berlangsung di Horison Diana tanggal 5 Agustus 2023 terpilih Yohan Ade Matulessy sebagai Ketua Harian.
Sedangkan Pdt. Yancen Numberi sebagai Sekretaris Harian, dan Emma Kornelia Korwa sebagai Bendahara umum. Dan Ketua Umum adalah Sekretaris Daerah (Sekda) Mimika (Ex-Officio).
Keputusan ini sesuai dengan Peraturan Meteri Agama RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembentukan Lembaga Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejawi (PESPARAWI) Nasional (LLIN).
Demikian disampaikan Lucas Lasi dalam konferensi pers di Kantor Kemenag Mimika sepulang menghadiri rapat bersama Bupati Eltinus Omaleng di Swiss Belinn, Kamis 14 September 2023.
Dikatakan, dengan dasar Peraturan Menteri Agama, maka Ketua LPPD Mimika, Antonius Tapipea hasil penunjukan Bupati Eltinus Omaleng di Swiss Belinn, Kamis 14 September 2023 dinyatakan tidak sah. Hal ini dikarenakan Antonius bukan terpilih melalui hasil Musda dan tanpa mendapat rekomendasi Kemenag.
“Dalam rapat tadi bupati tidak memberikan ruang bagi kami untuk jelaskan apa itu LPPD, tetapi langsung mengangkat Antonius Tapipea sebagai Ketua LPPD Mimika,” jelasnya.
Padahal Lucas sangat berharap dalam rapat bersama bupati, dirinya sebagai Kepala Kemenag Mimika dan Pengurus Terpilih LPPD Mimika periode 2023-2028 bisa berbicara menjelaskan Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2005.
Berdasarkan aturan Kemenag untuk menjadi pengurus LPPD harus orang yang beragama Kristen, bukan untuk semua agama. Terkecuali dalam pesta atau lomba-lomba non Kristen boleh dilibatkan sebagai ketua panitia atau tenaga teknis lainnya.
Dijelaskan, dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Agama Nomor 19 Tahun 2005 pada poin 3 jelas mengatur bahwa Pembentukan LPPD Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah mendengar saran dari pimpinan gereja setempat.
Sedangkan untuk Pesparani diatur melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pembentukan Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik.
Dengan dasar hukum ini maka orang yang beragama Katolik tidak diperbolehkan untuk menjadi pengurus pada LPPD, begitu juga yang beragama Kristen tidak boleh menjadi pengurus Pesparani.
Dengan PMA Nomor 19 Tahun 2005 dan PMA Nomor 16 Tahun 2016 menjadi dasar untuk menyusun kepengurusannya.
Di Pusat Ketua LPPN dijabat oleh Dirjen Binmas Kristen, Sekretaris Direktur Agama Kristen, Bendahara dan Sekretaris dari Binmas Kristen. Turunan kepengurusan tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan mengikuti tingkat pusat.
Dengan demikian komposisi kepengurusan LPPD tidak boleh dimasuki oleh agama lain. Karena Katolik, Islam, Hindu, Budha sudah mempunyai lembaganya masing-masing.
“Kecuali dalam pesta itu bisa misalnya lomba-lomba untuk menunjukan kita satu dalam perbedaan sebagai wujud toleransi,” paparnya.
Johan Ade Matulessy, Ketua LPPD Mimika terpilih periode 2023-2028 menegaskan meskipun saat ini bupati telah menunjuk Antonius Tapipea sebagai Ketua LPPD Mimika, bukan berarti persiapan Pesparawi di Keerom berhenti tetapi tetap berjalan.
Karena LPPD Mimika terpilih berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang diakui Kementerian Agama. Saat ini persiapan audisi untuk Pesparawi 2024 se- Papua di Kabupaten Keerom sudah berjalan.
Ade mengingatkan bahwa dalam Musda IV pada 5 Agustus 2023 juga dihadiri oleh Kakanwil Papua, Ketua LPP Papua, semua pendeta dari dedominasi gereja-gereja di Mimika, Kemenag Mimika, Kepala Bakesbangpol Mimika. Musda ini dibuka Staf Ahli Bupati Bertha Beanal menggantikan Pj.Bupati Mimika.
Mantan Anggota DPRD Mimika ini menjelaskan kepengurusan LPPD Mimika versi Bupati Mimika sudah pasti tidak akan diakomodir untuk mengikuti Pesparawi, baik tingkat kabupaten maupun provinsi.
“Pasti ditolak oleh LPP Provinsi karena tanpa mendapat rekomendasi dari Kemenag. Selain itu termasuk penggunaan anggaran tidak bisa dipertanggungjawabkan karena penggunaannya tanpa dasar hukum,” tambah Ade. (Redaksi)