SORONG, Koranpapua.id– Herman Khaeron, Wakil Ketua BAKN DPR RI mengatakan hampir 20 ribu temuan terkait pengelolaan keuangan membayangi enam Provinsi di wilayah Tanah Papua.
Hal itu disampaikan Herman Khaeron ketika melakukan kunjungan kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ke Sorong, Papua Barat Daya, Senin 1 Desember 2025.
Dalam kunjungan itu, Herman mengungkap dengan sejumlah temuan pengelolaan keuangan daerah di Tanah Papua, menandakan persoalan akuntabilitas yang belum terselesaikan.
Dalam pernyataannya, Herman mengungkap bahwa persoalan pengelolaan keuangan daerah yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) relatif seragam di seluruh wilayah Tanah Papua.
“Ternyata temuan di Papua, di enam wilayah Provinsi tanah Papua ini sangat banyak. Tadi hampir 20 ribu temuan, tentu ini hal yang luar biasa yang harus ditindaklanjuti secara serius,” ujarnya.
Temuan tersebut tersebar di Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan Papua Barat.
Berdasarkan paparan rapat BPK bersama BAKN, beberapa daerah di Papua Barat Daya hingga Papua Pegunungan masih menghadapi kelemahan sistem pengendalian intern.
Termasuk penyimpangan belanja, ketidakpatuhan terhadap regulasi, hingga rendahnya kualitas penatausahaan aset.
Beberapa kabupaten seperti Waropen, Sarmi, Mamberamo Tengah, Dogiyai, Intan Jaya, dan Boven Digoel bahkan memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
Dan Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) secara berulang selama lima tahun. Data BPK menunjukkan adanya kasus mulai dari kelebihan bayar miliaran rupiah, belanja modal tanpa pelaksanaan pekerjaan, hingga saldo kas yang tidak dapat diyakini kewajarannya.
Melihat pola temuan yang berulang tersebut, Herman menekankan bahwa percepatan tindak lanjut rekomendasi BPK harus menjadi prioritas pemerintah daerah.
“Persoalannya hampir sama, jadi persoalan hasil temuan, tindaklanjut, dan kemudian rekomendasi itu hampir sama. Oleh karena kalau melihat volume dan tindaklanjut ini juga harus ada percepatan,” tegasnya.
Ia menilai tanpa tindak lanjut yang optimal, penggunaan keuangan negara tidak akan mencapai standar tata kelola yang baik.
“Karena bagaimanapun ini keuangan negara kalau nggak ada follow up apa ya tidak menjadi good governance, tidak menjadi clear and clear,” ujarnya.
Herman menyoroti pentingnya penguatan peran BPK Perwakilan di daerah. Menurutnya, idealnya BPK di tingkat daerah dapat melakukan pemeriksaan tidak hanya kepada Pemda, melainkan juga seluruh entitas pengguna keuangan negara.
“Yang kami temukan ya saat ini hanya memeriksa pemerintah daerah. Nah keefektifan inilah sebagai institusi pemeriksaan keuangan negara,” terangnya. (Redaksi)









