Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Mimika ke salah satu media, bahwa Dinas Pendidikan telah memberikan bantuan studi kepada mahasiswa OAP, tidak sesuai fakta.
TIMIKA, Koranpapua.id- Puluhan mahasiswa Orang Asli Papua (OAP) dari sejumlah kota studi di Indonesia, mendatangi Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) di Jalan Poros SP5 Timika, Rabu 1 Oktober 2025.
Kedatangan para mahasiswa ke kantor yang dipimpin Jenny Usmani itu, untuk mempertanyakan perkembangan penanganan beasiswa yang menjadi hak mereka.
Namun dikarenakan tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan, para mahasiswa ‘mengamuk’ dan mengusir pegawai di dinas tersebut untuk keluar dari gedung kantor.
Dalam rekaman video yang diterima koranpapua.id, malam ini, para mahasiswa marah, karena tidak mendapatkan penjelasan seutuhnya mengenai beasiswa.
Sementara itu, salah satu pegawai tersebut sempat menyampaikan bahwa, petugas yang mengurus beasiswa saat itu sedang tidak berada di kantor.
“Kamu kerja apa disini. Ibu orang dari mana, ibu kerja apa disini. Panggil orangnya bertanggungjawab. Kami minta tanggungjawab,” kata salah satu mahasiswa dengan suara lantang.
“Palang kantor, tutup tutup dan pegawai keluar dari kantor. Disini tidak ada kegiatan,” timpal mahasiswa lainnya.
Terkait dengan demo tersebut, Marianus Maknaipeku, Wakil Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), angkat bicara.
Melalui sambungan telepon, malam ini Rabu 1 Oktober 2025, Marianus menyampaikan rasa prihatin terhadap kinerja Dinas Pendidikan Mimika.
Menurutnya, beasiswa tersebut adalah kewajiban pemerintah daerah dan hak para mahasiswa Amungme dan Kamoro serta suku kekerabatan lainnya.
Karena itu dalam penanganan beasiswa harus dilakukan secara transparan, sehingga apa yang menjadi kendalanya dapat diketahui.
“Mereka (Pegawai-Red) yang menangani beasiswa juga harus yang punya hati dan benar-benar peduli dengan pendidikan dan masa depan putra-putri Papua, secara khusus anak-anak Amor,” tegas Marianus.
Mantan anggota DPRD Mimika ini juga menyampaikan, peristiwa yang terjadi di kantor Disdik ini, menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, secara khusus Bupati Johannes Rettob dan Wakil Bupati Emanuel Kemong.
“Ini menjadi PR Bupati dan Wakil Bupati untuk mengkaderkan putra-putri Amor untuk menjadi tuan di negerinya sendiri dan bisa melayani sendiri masyarakat sendiri,” pungkasnya.
Dikatakan, mahasiswa OAP yang mendatangi Dinas Pendidikan, bukan mengemis tetapi meminta beasiswa yang merupakan hak mereka. Karena itu seharusnya lembaga Dinas Pendidikan perlu melayani dengan baik.
“Tapi yang terjadi malah dilayani oleh orang lain. Seolah-olah kami ada ada di luar Timika. Itu merupakan kesalahan masa lalu. Kita mengkaderkan orang lain dan tidak ada orang Amor yang duduk dan mengurus sistem ini,” tandas Marianus.
“Kemana anak-anak dua suku besar ini yang bisa duduk di gedung bagus dengan peralatan kantor yang mewah serta mengusai sistem di Dinas Pendidikan,” tanya Marianus.
Melihat dari kasus ini, Marianus memberikan catatan khusus untuk Bupati dan Wakil Bupati Mimika, agar penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), PPPK dan honorer harus memprioritaskan putra-putri asli Papua.
“Penerimaan pegawai mulai tahun ini dan seterusnya harus OAP dan tidak boleh terima yang datang dengan KTP dari luar Mimika. Kedepan penerimaan pegawai harus libatkan Lemasko dan Lemasa,” timpalnya.
“Saya melihat video itu air mata jatuh, sedih melihatnya. Itu mereka demo karena menuntut hak mereka”.
Kepada pemerintah provinsi dan kabupaten, DPRK Mimika, DPRP dan MRP Papua Tengah perlu segera mengambil langkah-langkah nyata untuk melindungi masa depan anak-anak asli Papua.
“Jangan duduk diam, tetapi perlu memikirkan membahas regulasi untuk melindungi OAP dalam sektor pendidikan serta penerimaan pegawai,” pesannya.
“Karena saat ini hampir 95 persen sudah dikusai dan sudah tidak ada cela untuk anak-anak Papua. Dua suku besar di Mimika kecolongan,” tambah Marianus.
Marianus juga menambahkan bahwa, pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Mimika ke salah satu media, bahwa Dinas Pendidikan telah memberikan bantuan studi kepada mahasiswa OAP, tidak sesuai fakta.
“Katanya Amungme Rp20 juta, Kamoro Rp20 juta, lima suku kerabat Rp14 juta. Ternyata faktanya Amungme Rp10 juta, Kamoro Rp10 juta dan lima suku kerabat Rp7 juta,” beber Marianus. (*)
Penulis; Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru