TIMIKA, Koranpapua.id- Kondisi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, saat ini dinilai kurang kondusif.
Hal itu dipicu dengan kasus pembunuhan secara beruntun yang terjadi pada beberapa hari belakangan ini.
Terkait itu, Badan Pengurus Pusat Dewan Adat Suku Mee (BPP DAS Mee) Kabupaten Mimika, perlu menyampaikan beberapa poin pernyataan sikap.
Seperti disampaikan Pdt. Desesrius Adii, M.Th, Sekretaris Umum BPP DAS Mee Mimika dalam keterangan persnya, Senin 8 Desember 2025.
Ia menegaskan bahwa seluruh rangkaian tindakan kekerasan yang terjadi di Mimika adalah murni kejahatan kriminal, yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab, bukan perang antarsuku ataupun konflik komunal.
BPP DAS Mee juga menolak segala bentuk upaya provokasi, penyebaran isu, dan narasi sesat yang dialihkan oleh oknum-oknum tertentu.
Yang menggiring, menjebak dan pengalihan isu yang mengatasnamakan suku, dalam kasis kriminal yang dilakukan oknum tak bertanggungjawab.
Karena hal itu berpotensi memecah belah kerukunan antarsuku, memprovokasi situasi, baik melalui kelompok penyebar hoaks lewat media elektronik maupun media cetak.
Mendukung penuh aparat penegak hukum melakukan penyelidikan, penangkapan, dan proses hukum terhadap para pelaku kriminal, baik yang ada di Timika maupun kasus pembunuhan terhadap Pendeta Neles Peuki di Kapiraya, Kabupaten Deiyai.
“Kasus pembunuhan Pendeta Neles Peuki di Kapiraya adalah murni kasus kriminal yang dilakukan oleh oknum pribadi pelaku, bukan atas nama suku dan pelakunya harus segera ditangkap,” tegas Pdt. Desesrius Adii dalam keterangannya.
BPP DAS Mee menegaskan bahwa Timika adalah rumah bersama, dan kerukunan antarsuku adalah fondasi penting yang harus dijaga secara konsisten.
Untuk itu, Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRK Kabupaten Mimika segera menyelesaikan perang saudara yang berkepanjangan di Kwamki Narama yang telah mengorbankan Pdt Melkianus Wamang dan beberapa warga lainnya.
Ia mengajak seluruh masyarakat Mee, baik yang tinggal di kampung-kampung, di Kota Timika, maupun di Tanah Papua, untuk tetap hidup dalam persaudaraan, dalam kasih.
“Saling menguatkan dan tidak mudah terprovokasi oleh isu, fitnah, atau informasi yang memecah belah serta menciptakan konflik ado domba,” pesannya.
Ia juga menyampaikan bahwa, masyarakat Mee juga mesti menjaga harga diri orang Mee, bukan dengan kekerasan, tetapi dengan sikap bijak, kepala dingin, dan penyelesaian masalah secara kekeluargaan.
Menolak segala bentuk kekerasan, pembalasan, atau tindakan yang merugikan masyarakat luas. Sebab, kekerasan bukan jalan orang Mee yang bermartabat.
Mengutamakan dialog dan musyawarah dalam menyikapi persoalan apa pun, baik antar-individu, antar-kelompok, maupun dengan suku-suku lain di Timika dan Papua.
Menjaga hubungan baik dengan semua suku, karena tanah Papua adalah rumah besar kita bersama, tempat semua anak bangsa hidup berdampingan.
Mendukung upaya penegakan hukum terhadap segala tindakan kriminal yang meresahkan masyarakat, sembari mengingat bahwa perbuatan jahat adalah tindakan individu, bukan identitas suku.
Membangun kedamaian mulai dari keluarga, dengan saling mengasihi, mendidik anak-anak kita menjadi generasi Mee yang berani tetapi berhati damai
Pernyataan sikap ini disampaikan sebagai bentuk komitmen menjaga keamanan, persatuan, dan harmoni sosial di Timika. (Redaksi)









