TIMIKA, Koranpapua.id- memasuki puncak musim hujan November 2025 hingga Februari 2026, berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Papua dan Jawa menghadapi potensi meningkatnya bencana longsor dan banjir bandang.
Karena itu masyarakat di wilayah Jawa dan Papua diimbau untuk siaga longsor dan banjir. Hal itu disampaokan Prof. Dwikorita Karnawati, Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dikatakan, kondisi atmosfer dan intensitas hujan saat ini dapat memicu kejadian ekstrem di wilayah-wilayah rawan.
Rangkaian bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh menjadi penanda bahwa ancaman serupa dapat terjadi di daerah lain dengan karakter bentang alam yang mirip.
“Peristiwa tersebut menunjukkan kerentanan kawasan berlereng curam, daerah yang mengalami alih fungsi lahan, serta zona tektonik aktif dengan kondisi geologi rapuh di berbagai wilayah Indonesia,” ujarnya, dilansir dari laman UGM pada Senin 8 Desember 2025.
Dwikorita menjelaskan bahwa aliran debris atau campuran lumpur, batu, material kayu, dan sedimen, dapat melaju dengan kecepatan tinggi ketika hujan ekstrem mengguyur kawasan pegunungan.
Material ini mampu menghantam permukiman dan infrastruktur dalam hitungan detik. Sehingga masyarakat di bantaran sungai dan wilayah di bawah tebing memerlukan prioritas peringatan dan kesiapsiagaan.
Ia menekankan bahwa Peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus diikuti penguatan kapasitas masyarakat agar dapat merespons dengan cepat dan tepat.
“Aliran debris seperti ini sangat destruktif dan menuntut respons segera dari warga yang berada di zona rentan,” katanya.
Menurut Dwikorita, data empiris BMKG menunjukkan bahwa bibit siklon dan siklon tropis cenderung meningkat setiap Desember hingga Maret atau April tahun berikutnya.
Fenomena ini lebih dominan di belahan selatan bumi sehingga wilayah selatan khatulistiwa perlu berada dalam kondisi siaga terhadap cuaca ekstrem.
Kawasan seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian selatan dan tenggara, Maluku, dan Papua masuk dalam zona yang berpotensi mengalami hujan intens yang memicu longsor dan banjir.
“Wilayah-wilayah tersebut seharusnya berada dalam kondisi SIAGA terhadap cuaca ekstrem sebagaimana yang baru saja terjadi di Sumatera,” tuturnya.
Untuk menghadapi potensi meluasnya risiko, Dwikorita menekankan pentingnya upaya cepat di daerah rawan bencana.
Identifikasi ulang zona merah dan pembatasan aktivitas manusia selama periode peringatan dini menjadi langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah daerah.
Selain itu, penyiapan jalur evakuasi dan lokasi pengungsian yang aman sangat penting, terutama bagi kelompok rentan seperti difabel, lansia, ibu hamil, dan anak-anak. (Redaksi)










