TIMIKA, Koranpapua.id- Puluhan mama-mama asli Papua mendatangi gedung DPRD Mimika di Jalan Cenderawasih, SP2 Timika, Papua Tengah, Selasa 10 September 2024.
Kedatangan mama-mama yang selama ini berjualan di Pasar SP 2, Kampung Timika Jaya menuntut agar DPRD Mimika segera menetapkan Peraturan Daerah (Perda) yang melindungi ekonomi lokal.
Menurut mereka, Perda yang mengatur ekonomi lokal perlu secepatnya dibahas dan ditetapkan, mengingat hampir sebagian besar jualan pinang, sagu, daun gatal, umbi-umbian di Timika dikusai oleh pedagang yang bukan orang Papua.
Naumi Tsolme, salah satu penjual pinang kepada koranpapua.id mengatakan, dengan disahkannya Perda ini akan sangat membantu mama-mama Papua menjual hasil kebunnya sendiri.
“Kita hidup ini hanya dengan berjualan hasil kebun. Itu juga enam bulan sekali baru kita panen, jadi tolong DPRD sahkan Perda untuk membantu ekonomi kami,” pintanya Naumi.
Menurutnya hampir sebagian besar penjual pinang di Timika dikuasi oleh pedagang luar.
Kondisi ini berdampak terhadap pendapatan mama-mama Papua yang sudah sejak lama berjualan.
“Kami ini hanya bisa jualan pinang untuk menghidupkan keluarga. Jangan ambil lagi kesempatan kami,” tegasnya.
Disampaikan, selama ini mama-mama Papua tidak pernah unjuk rasa karena harga Sembako mahal.
Namun jika sumber penghasilan yang dapat menghidupi keluarga disabotase, maka kami harus berani melawan dan bersuara.
“Harga Sembako mahal kami tidak pernah demo. Tapi kenapa harga hasil kebun kami ditekan, ditambah banyak pedagang pendatang yang jual pinang, sagu dan hasil kebun. Kami mau dapat apa, sementara kami juga butuh biaya hidup,” ujarnya.
Naomi juga mengungkapkan kekecewaannya kepada anggota DPRD Mimika yang tidak bisa memperhatikan dan melindungi mama-mama Papua, dengan menerbitkan aturan yang dapat membantu memperbaiki kehidupan keluarga.
“Kalian (DPRD-Red) itu lahir dari kami mama-mama Papua, baru kalian tidak pernah perhatikan kami,” katanya.
Yoki Sondegau, Ketua Solidaritas Mahasiswa dan Masyarakat Timika (SOMAMA-TI) dalam orasinya mengungkapkan, sejarah perampasan hak jual makin tinggi dari tahun ke tahun.
Melihat kondisi ini, pada tahun 2018 mama-mama Papua sempat mengadakan aksi demo meminta Pemda dan DPRD Mimika mengeluarkan Perda Perlindungan Pangan Lokal.
Namun tujuh tahun berjalan sejak usulan itu disampaikan hingga saat ini tidak pernah mendapat respon positif.
“Perampasan hak jual itu semakin lama makin tinggi. Dengan tidak adanya Perda yang mengatur maka para pedagang pendatang makin berkuasa atas hak OAP, dengan menjual apa yang selama ini mereka jual,” paparnya.
Yoki Sondegau menegaskan sudah saatnya Perda yang mengatur dan melindungi hak jual, khususnya yang berkaitan dengan ekonomi lokal.
Ia menyebutkan belakangan ini sejumlah hasil kebun sudah diperjualbelikan oleh para warga pendatang.
Diantaranya, pinang, sagu, daun gatal, umbi-umbian asal Papua termasuk dagangan yang ditanam di atas tanah Papua.
Untuk menjawab ini, mama-mama Papua bersama SOMAMA-TI menyampaikan tujuh poin tuntutan kepada DPRD Mimika.
- Pemerintah Daerah Mimika segera merancang dan menetapkan Perda yang melindungi ekonomi lokal Papua.
- Pemerintah Daerah Mimika segera membangun pasar tradisional.
- Pemerintah Daerah segera berikan tranportasi umum untuk melayani transportasi ke setiap pasar.
- Tolak pengusaha di bidang ekonomi lokal Papua
- Pemerintah Daerah Mimika diminta segera bangun koperasi mama-mama Papua di Pasar.
- Pemerintah Daerah Mimika diminta segera memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada mama-mama pasar.
- Pemerintah Daerah Mimika diminta segera pertemukan mereka dengan dinas terkait.
Yoki Sondegau menegaskan jika tujuh poin diatas tidak direspon, pihaknya siap memobilisasi massa lebih besar untuk melakukan aksi demo ke Kantor DPRD Mimika. (Redaksi)