TIMIKA, Koranpapua.id- Oknum guru honorer berinisial MA (53) di salah satu pondok pesantren di Koya, Distrik Muara Tami menjadi pelaku kekerasan seksual (pencabulan) terhadap lima muridnya yang masih dibawah umur.
Hal tersebut disampaikan Kapolresta Jayapura Kota Kombes Pol. Dr. Victor D. Mackbon, S.H., S.IK., M.H., M.Si didampingi Wakapolresta AKBP Deni Herdiana dalam konferensi pers yang berlangsung di Mapolresta Jayapura, Jumat 17 Mei 2024.
Dalam kesempatan itu juga hadir, Kasat Reskrim Kompol Agus F. Pombos, S.I.K., M.H dan Kasi Humas AKP Muh. Anwar.
Kapolresta mengatakan, dari lima korban salah satunya mengadu ke orang tuanya dan selanjutnya dilaporkan ke polisi.
Atas aduan tersebut diterbitkan laporan polisi nomor : LP/369/V /2024/SPKT/ Polresta Jayapura Kota / Polda Papua, tanggal 12 Mei 2024.
“Korban lima anak dibawah umur merupakan santri di salah satu pondok pesantren di Koya Distrik Muara Tami,” ungkap Kapolresta.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan polisi menemukan dua alat bukti diantaranya pemeriksaan para saksi dan juga saksi korban.
“Pelaku juga merupakan salah satu pengurus di pondok pesantren. Pelaku mengaku perbuatannya sudah terjadi sejak awal bulan puasa hingga kasus ini terungkap,” tambahnya.
Hubungan pelaku dan para korban tidak terlepas antara murid dan guru dengan korban semuanya anak laki-laki.
Sementara untuk hubungan yang dilakukan korban berperan sebagai laki-laki dan pelaku sebagai perempuan.
Kapolresta menegaskan, kasus ini masih terus dikembangkan dimana diketahui pelaku sudah setahun bekerja di pondok pesantren tersebut.
Atas perbuatannya pelaku terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun sebagaimana pasal yang disangkakan oleh penyidik terhadap pelaku.
Korban Didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
Sesuai SOP, para korban dijamin oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pemerintah kota yang membidangi perlindungan anak.
Kapolresta mengungkapkan, pihaknya telah membangun komunikasi terkait perlindungan dan bantuan hukum terhadap para korban.
“Perlu disampaikan, untuk modus operandinya anak-anak berada dibawah ancaman akan diberikan nilai jelek bila tidak melakukan permintaannya. Bahkan ada yang diancam menggunakan alat tajam,” papar Kapolresta.
Dikarenakan merasa sebagai murid, maka mereka mengikuti kemauan pelaku, sehingga pelaku terus melakukan berulang-ulang.
Lebih lanjut kata Kapolresta, pihak kepolisian akan melakukan pemeriksaan kejiwaan terhadap pelaku.
Termasuk apakah mungkin pelaku memiliki kelainan atau penyimpangan dalam memenuhi hasrat seksualnya.
“Masing-masing korban berusia 12 hingga 14 tahun, semuanya masih pelajar SMP. Untuk tempatnya dilakukan di rumah pelaku, ada juga di lingkungan pesantren dan di kebun sekitar pesantren,” pungkas Kapolresta. (Redaksi)