TIMIKA, Koranpapua.id- Lembaga Pusat Bantuan Mediasi GKI di Tanah Papua hadir di Kabupaten Mimika. Kehadiran lembaga ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman pendayagunaan mediasi antara Pengadilan Negeri Timika dengan Pusat Bantuan Mediasi Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua yang berlangsung di Swiss Belinn, Jumat 7 Juli 2023.
Penandatanganan ini antara Direktur PBM-GKI, Jake Merril Ibo dan Ketua Pengadilan Negeri Kota Timika Yajid, S.H., M.H. Jake Merril Ibo dalam sambutan mengatakan, Pusat Bantuan Mediasi GKI di Tanah Papua merupakan satu-satunya lembaga mediasi non hakim yang sudah terakreditasi oleh Mahkamah Agung (MA) RI.
Lembaga ini melakukan tanggung jawab sebagai terakreditasi memberikan pelatihan dan menduplikasi ‘duta damai’ tentang hidup damai dan harmoni di tanah Papua. Pusat Bantuan Mediasi GKI di tanah Papua sudah ada sejak tahun 2019, yang mana kehadirannya karena merasa prihatin dengan situasi di tanah Papua.
“Tidak ada cara lain hanya cara inilah satu-satunya kita memulai. Kalau kita tidak memulai niscaya pasti suatu hari kita merasa baik-baik saja. Dalam situasi seperti itu kami mulai bergerak mendirikan sebuah lembaga yang kita berikan nama Pusat Bantuan Mediasi GKI di Tanah Papua,” papar Jake.
Pemilihan nama Pusat Bantuan Mediasi GKI karena memiliki sejarah tersendiri, dimana dari awal bergerak GKI di Tanah Papua yang memberikan support secara penuh hingga mendapat akreditasi dari MA.
“Perjuangan mendirikan Pusat Bantuan Mediasi, para hakim di pengadilan pasti tahu bagaimana panjangnya perjuangan. Sementara orang di luar jelas tidak tahu, untuk menyelenggarakan hadirnya sebuah lembaga semacam ini tidaklah mudah,” jelasnya.
Dikatakan, sejak tahun 2019 Pusat Bantuan Mediasi GKI sudah menghasilkan para duta damai dan pada tahun 2022 akreditasi diterbitkan MA. Jake sungguh merasakan proses untuk mendapatkan akreditasi, karena melalui suatu perjuangan panjang dan terjal.
“Semua program dan kurikulumnya harus dibuat. Pada April 2022 baru mendapatkan SK dari MA. Dengan adanya SK akreditasi semua pengurus terus tancap gas bekerja membuka kelas pelatihan mediasi,” paparnya.
Ia menegaskan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan mediator penuh suka dan duka. Mengapa? Karena biaya pendidikan mediator sangat mahal, sementara kemampuan masyarakat untuk membayar pelatihan sangat lemah.
“Tetapi kami tidak pernah berhenti. Kami persilakan masyarakat ikut dengan tidak perlu dibayar. Kami kasih satu kelas 7,5 juta. Masyarakat yang datang dari kampung bilang kami tidak punya uang. Tapi kami bilang silahkam ikut biar persyaratan lain kami urus. Kami punya satu harapan dan kepedulian setelah selesai mereka pulang menjadi duta damai di tempatnya,” papar Jake yang disambut tepuk tangan meriah oleh undangan.
Sejauh ini Jake melihat sudah banyak buah yang dihasilkan dari para duta damai. Banyak dari mereka menghubungi bahwa sudah menyelesaikan masalah dan berbicara dengan Pengadilan. Ini menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.
“Kami bangga dengan prestasi itu. Kemudian di Timika kami sudah mulai dengan serius. Karena di sini ada perusahan multi Nasional. Dengan demikian begitu banyak orang dari berbagai suku pasti ada di sini,” katanya.
Untuk di Timika sudah enam kali memberikan pelatihan dengan 100 lebih mediator. Pesertanya selain dari Kabupaten Mimika juga dari Kabupaten Puncak. Kehadiran Pusat Bantuan Mediasi GKI di Mimika untuk kepentingan yang lebih luas, bukan hanya mediasi tetapi bersama masyarakat menata kota ini menjadi lebih baik.
Pada kesempatan itu, Jake juga melaporkan ke Ketua Pangadilan Negeri Timika bahwa saat ini lagi memberikan pelatihan mediasi bagi 21 orang tokoh agama bekerjasama dengan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Mimika.
“Mulai hari ini bersama tokoh agama kita bergandengan tangan untuk membuat Mimika kedepan jauh lebih baik,” tandasnya.
Kepada bapa ibu yang sudah mengikuti pelatihan mediasi harus didaftarkan secara resmi di Pengadilan Negeri. Ini bertujuan agar namanya terdata, sehingga ketika ada kasus pihak pengadilan bisa merekomendasikan namanya untuk membantu proses mediasi.
Sertifikat pelatihan mediasi ini berlaku di seluruh Indonesia. Bisa mendaftar di pengadilan mana saja untuk membantu hakim menyelesaikan mediasi di luar pengadilan.
“Kami merekrut orang menjadi mediator sudah pasti kami berkoordinasi dengan para hakim di pengadilan, termasuk berapa lama tinggal di sini dan apakah anda punya waktu bersedia memberikan bantuan mediasi. Karena kalau sudah bekerjasama dengan pengadilan, akan diberikan perkara untuk kita mediasi,” tambahnya.
Proses mediasi bukan sesuatu yang dikarang-karang, melainkan harus sadar bahwa perselisihan sudah menjadi keterberian manusia. Persengketaan itu bagian dari keterberian. Berkelahi itu sesuatu yang biasa, namun gara-gara berkelahi menimbulkan kemiskinan itu yang menjadi masalah.
Di Papua banyak orang miskin karena masalahnya tidak tertolong. Kepada mediator Mimika perlu membuat kongres untuk sama-sama berbicara membantu masyarakat di daerah ini, agar lebih baik terutama bagi mereka pencari keadilan.
Ia menegaskan otoritas yang diberikan PN Mimika merupakan sebuah kewenangan untuk membantu para pencari keadilan. Mediasi menyelesaikan suatu perkara bukan berarti masalahnya selesai. Tapi dari masalah berubah menjadi harapan, dari hidup carut marut berubah menjadi hidup bahagia. Itu menjadi inti dari kelas pelatihan mediasi ini.
Selama pelatihan diajarkan tentang kepribadian dan kecakapan. Kepribadian itu belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Lidah, otak, rasa harus matang. Setelah itu baru diberikan baju kecakapan, supaya elok di mata orang.
“Artinya orang yang kita datangi mediasi tidak lagi kita menunjukan muka yang murung tetapi datang dengan kepribadian penuh bahagia, sejuk, teduh dan damai,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua PN Kota Timika, Yajid mengatakan untuk menangani perkara Perdata dibutuhkan kehadiran mediator.
Hal ini karena perkara perdata yang masuk di pengadilan lanjutnya dibutuhkan waktu yang panjang tetapi jika ditingkat pertama yaitu mediasi berhasil dilaksanakan otomatis perkara tidak menumpuk di Mahkamah Agung.
“Dengan telah ditandatangani kesepakatan ini dan diserahkannya SK maka sejak hari ini saudara yang menerima SK siap menjadi mediator,” tuturnya.
Menurutnya pelayanan dari PBM-GKI yang gratis tersebut harus dimanfaatkan dengan baik terutama untuk permasalahan perdata seperti masalah tanah, pernikahan dan lain sebagainya.
“Kemudian untuk pidana seperti kasus yang menimpa anak-anak, mediator bisa melakukan pendampingan sebagai pendampingan majelis hakim di pengadilan. Kami berharap ada banyak mediator di Kota Timika dan kita tunjukkan Timika mempunyai mediator yang luar biasa,” ungkapnya.
Untuk di ketahui PBM-GKI adalah lembaga yang didirikan sejak Tahun 2019, sebagai Lembaga yang melakukan Pelayanan Bantuan Mediasi di Pengadilan dan di luar pengadilan.
Sebagai lembaga, PBM-GKI juga telah terakreditasi di Mahkamah Agung RI dengan Nomor: 102/KMA/SK/IV/2022.
PBM-GKI menaruh perhatian dan merasa perlu turut serta bertanggung jawab, untuk secara berkelanjutan memberdayakan mediasi sebagai suatu proses humanis, dialogis, membangun perdamaian yang konstruktif di Tanah Papua, Indonesia dan dunia.
PBM-GKI telah berupaya kurikulum yang sangat tepat untuk menciptakan duta damai, duta harmoni dan duta bahagia.
Pusat mediasi didirikan sebagai rumah sakit untuk memulihkan patah hati melalui penyelesaian konflik dengan hubungan yang lebih baik di antara pihak-pihak yang berkonflik.
Pusat mediasi didirikan di setiap Kampung yang melibatkan setiap stakeholder dan di setiap rumah-rumah Ibadah dan di setiap paguyuban-paguyuban.
Pusat mediasi berkontribusi pada penurunan tekanan kasus konflik di pengadilan dengan menyelesaikan konflik di tingkat masyarakat.
Selain itu, ego dan perasaan keras di antara pihak-pihak yang berkonflik berakhir dan menghasilkan hubungan yang lebih baik yang tidak mungkin dilakukan melalui pengadilan, kantor polisi, dan metode penyelesaian konflik tradisional lainnya.
Jadi pusat mediasi akan berfungsi sebagai sarana penyelesaian konflik yang mudah diakses dan hemat biaya di tingkat masyarakat.
Secara keseluruhan, direncanakan Pusat Mediasi akan didirikan sebanyak 1.000 unit di seluruh Tanah Papua. (redaksi)