SEMUA orang pasti setuju bahwa, jika ingin mengalami suasana natal dan tahun baru, berliburlah ke arah timur, ke tanah Papua. Kamu akan merasakan apa yang tidak dapat dinikmati di daerah wilayah barat, misalnya kembang api yang heboh, lagu-lagu natal yang terdengar di hampir semua rumah, makan enak tersedia di mana-mana, gratis.
Tapi, tidak banyak yang tahu, bahwa kitapun dapat menikmati sukacita lebaran di tanah timur, tidak kurang dari sukacita yang dihadirkan di wilayah barat Indonesia.
Masih jelas diingatanku, saat berada di Timika, di masa liburan Idul Fitri. Ternyata suasananya tidak kalah riuhnya dengan suasana natal. Walaupun mayoritas penduduknya beragama non muslim, tapi mereka semua bersukacita dengan menghidupkan budaya silaturahmi dari pintu ke pintu, ke rumah saudara-saudara muslim.
Dan para saudara Muslim sudah siap menerima kunjungan dengan hidangan yang sangat istimewa, bukan hanya kueh-kueh dengan berbagai jenis minuman yang tersedia, namun juga makanan berat. Wajib hukumnya untuk menyantap makanan berat tersebut, agar tuan rumah bahagia.
Maka, yang kualami adalah, aku hanya mampu sampai di rumah yang ke tiga. Tidak mampu terus ke rumah berikut, karena tidak mau menyakiti hati tuan rumah dengan tidak menyentuh makanan berat yang disediakan. Untunglah aku punya alasan yang bisa kugunakan yakni “ini sudah jam makan mama yang sedang sakit, jadi aku harus pulang”.
BACA JUGA : PHBI dan Pemkab Mimika Siap Selenggarakan Malam Takbiran, Bakal Ada Lomba Mobil Hias Nuansa Idul Fitri
Pemandangan yang khas, yang tidak terlihat lagi di kota besar, adalah rombongan anak-anak yang ikut bersilaturahmi tanpa orang tua. Anak-anak Papua yang berusia sekitar enam sampai dengan sepuluh tahun, akan berjalan rombongan, tanpa orang tua, mengucapkan selamat Idul Fitri dari rumah ke rumah.
Ini sama dengan yang kualami saat masih kecil, di Ende, Flores, NTT, dan hampir tidak kulihat di wilayah barat, yang hampir semuanya berjalan bersama keluarga. Saaat itu aku menangkap fenomena yang lucu, yakni saat berangkat rombongan tersebut berjalan dengan tangan kosong.
Tapi saat pulang, mereka berjalan dengan tentengan penuh berkat, tas kresek penuh dengan minuman botol dan kue-kue. Ada yang berjalan sampai termiring-miring karena beratnya kresek yang dia pikul sebagai oleh-oleh. Pemandangan yang lucu dan menyinarkan sukacita Idul Fitri.
Di tengah hiruk pikuk isu pelanggaran HAM di Papua, aku mengirimkan doa, semoga masyarakat Papua masih bisa merasakan sukacita hari raya Idul Fitri seperti yang pernah kusaksikan. Papua yang penuh dengan rasa persaudaraan itu, janganlah dirusakkan oleh kepentingan lain.
Semoga damai mewarnai tanah Papua yang indah dan kaya. Semoga tangan-tangan yang coba menguras kekayaan Papua, terkulai lemas karena malu dan diadili oleh rasa keadilan dari dalam hatinya. Selamat Idul Fitri basudara Papua!
Maria Yohanista Djou, Bogor, Jawa Barat