TIMIKA, Koranpapua.id- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mimika menggelar seminar akhir penyusunan Masterplan Pengelolaan Sampah di salah satu hotel di Timika, Kamis 7 Agustus 2025.
Masterplan ini sebagai langkah strategis menjawab permasalahan sampah yang kian kompleks di wilayah perkotaan Mimika.
Frans Kambu, Staf Ahli Bupati Mimika, saat membuka kegiatan menyebutkan bahwa, persoalan sampah telah menjadi salah satu tantangan utama di tengah pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang pesat.
“Saat ini kita menghadapi banyak kendala dalam pengelolaan sampah, mulai dari tidak adanya sistem pemilahan dari sumber, kurangnya fasilitas pembuangan yang sesuai standar lingkungan, hingga terbatasnya anggaran dan SDM,” ujarnya.
Karena itu, Ia berharap masterplan ini menjadi dokumen penting sebagai acuan kebijakan jangka panjang.
Firdaus, narasumber dari LPPM Universitas Kristen Indonesia (UKI) Paulus Makassar, yang diundang dalam kegiatan itu menegaskan bahwa masterplan ini bertujuan mengubah pola pikir lama dalam pengelolaan sampah yang fokus pada “kumpul, angkut, buang”.
“Sekarang kita ingin mengarah ke sistem yang lebih modern dan berkelanjutan, yaitu mulai dari pewadahan, pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, hingga pemrosesan akhir,” jelasnya.
Firdaus menjelaskan bahwa masterplan ini merupakan tindak lanjut dari Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah, serta rancangan Perda baru yang sedang dalam proses penetapan.
Ia menjelaskan bahwa, masterplan ini mencakup tiga komponen utama:
- Perencanaan Prasarana Pengelolaan Sampah, mencakup kebutuhan fasilitas selama 10 tahun ke depan.
- Kelembagaan, yang bertugas mengelola sampah dari hulu ke hilir secara terkoordinasi.
- Pembiayaan, termasuk alokasi anggaran, pengadaan SDM, dan sistem retribusi.
“Pekerja pengelolaan sampah harus mendapat upah layak, minimal di atas UMR, agar mereka bekerja dengan semangat dan profesional,” tegas Firdaus.
DLH Mimika menargetkan pada tahun 2035, sekitar 80 persen wilayah Kabupaten Mimika terlayani pengelolaan sampah, dan 60 persen volume sampah berhasil direduksi, baik organik maupun non-organik.
Namun Firdaus menekankan, keberhasilan ini sangat bergantung pada dua hal utama yaitu sosialisasi yang masif, hingga ke tingkat kampung, kelurahan, lembaga adat, dan masyarakat luas.
Dan gerakan kolektif lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat, hingga dunia usaha.
Ia juga menekankan pentingnya digitalisasi sistem pengelolaan sampah. Nantinya, masterplan ini tidak hanya menjadi dokumen teknis di DLH, tetapi dapat diakses publik melalui sistem informasi lingkungan berbasis digital.
“Rencana ini harus hadir di kantor kelurahan dan kampung dalam bentuk papan informasi maupun media digital, agar masyarakat paham dan bisa ikut terlibat,” katanya. (*)
Penulis: Hayun Nuhuyanan
Editor: Marthen LL Moru










